Selasa, 28 Juni 2016

Pendakian Ungaran, Sendiri

Adzan sayup-sayup terdengar beriring tenggelamnya surya. Kulihat jam sudah menunjuk pada angka 6. Sudah 1 jam  melewati jalanan yang penuh ilalang. Kuamati sekeliling tempat aku berpijak, tampak barisan pohon yang membentuk benteng sepanjang kurang lebih 50 meter, namun di tengahnya terdapat jalan masuk seperti gerbang menuju gua.

“sedikit lagi sampai!”


Aku memang sedikit hapal tempat ini, karena ini pendakianku yang ke 6 di Ungaran. “Bismillah..” Kuminum sedikit bekalku. Lima menit kemudian, aku melihat dataran tertinggi dari Ungaran. Kupastikan itu adalah puncak. Surya sudah benar-benar tenggelam bersama sinarnya. Senter kunyalakan untuk menerangi lokasi-lokasi lain untuk pendirikan tenda, setelah beberapa waktu, akupun menemukan lokasi yang pas. Gelap semakin menandakan malam benar-benar sudah menyelimuti. Setelah sholat magrib, tidak sampai 20 menit tenda sudah berdiri. Kusinari lagi sekeliling lokasi, lalu aku memutuskan untuk istirahat di dalam tenda.

“Sudah kuduga aku akan sendirian disiini” Kataku dalam hati, “tidak ada yang akan mau mendaki di bulan puasa”



- - - - - - - - - - - -
Hampir 2 tahun sudah......

Tapi serasa baru kemarin-kemarin aku mendaki ungaran saat puasa ramadhan 2014. Agar kenangan tidak hilang, biarlah tertulis disini hehe.
Saat itu sebenarnya tidak ada niat mendaki di Bulan Ramadhan, tentu  alasannya karena puasa. Saat itu hanya tertarik dan tertantang untuk mendaki sendirian. Maksud sendirian artinya memang sendirian, sepi. Nah hari-hari sebelumnya yang dipilih selalu saja ada kesibukan lain, andaipun memilih hari libur, tentu tidak mungkin Ungaran akan sepi.
Mengapa Ungaran? Bukan gunung yang lain? Yaaaa mendaki memang jangan asal-asalan naik. Mahameru, Lawu, Merapi, Merbabu, Prau, Sindoro dan Kekasihnya si Sumbing, Slamet, Ciremai...semua gunung yang sudah di daki sebelumnya maksimal hanya 3 kali pendakian, sedangkan ungaran yang rencana mau didaki sendiri sudah pernah 5 kali. Dan waktu itu pertimbangan saya memilih ungaran karena sudah sangat hapal jalur jalannya. Juga tidak terlalu jauh hehe 

Dan ramadhan ternyata menjadi waktu  yang kosonng, dan kebetulan juga tidak ada yang mendaki, siapa yang mau mendaki pas puasa? Dan..puasa juga tantangan lain. Apakah masih bisa bertahan atau tidak.

- - - - - - - - - - - - 

3.00 pm

Ok singkat saja perjalanan tetap dimulai dari camp mawar Jimbaran tepat jam 3 sore selepas sholat ashar. Ternyata di bulan puasapun mawar tetap ramai, tiket masih sama Rp 3.000 untuk parkir motor, dan Rp 3.000 untuk tiket masuk. 
 
Pos Mawar
“mendaki sendirian mas? Kapan turunnya” tanya penjaga camp
“Iya mas, besok juga sudah pulang. Ada yang mendaki tidak mas?”
“Kalau dari mawar tidak ada”
Jalur ungaran

Hutan pinus ungaran tampak menghijau. Beberapa lokasi masih rimbun, namun beberapa lokasi sudah gundul. Mungkin memang pinus disini dimanfaatkan warga untuk pendapatan ekonomi daerah sekitar. Dari dulu pasti ada peandangan satu sisi ditebang, satu sisi ditanami. Jalan stabil dan datar hingga 10 menit pertama, setelah itu jalan mulai mendai. Cukup 30 menit untuk sampai pos 2. Jarum menimenunjuk pada angka 9. Jam 3.45 pm, artinya tinggal 2 jam lagi masuk waktu berbuka 
Pos 2
Setelah pos 2 kita akan melewati air sungai yang cukup jernih, cukup 10 menit dari pos 2, rekomendasinya ambil air disini saja, karena belum tentu di Promasan (kebun teh) ada air..

3.45 pm
 
Air antara pos 2 dan base camp mawar
Setelah botol-botol bekal terisi semua, perjalanan dilanjutkan. 20 menit kemudian sampailah di pos 3. Kondisi track masih stabil. Kadang turun kadang naik. Tapi lebih banyak landai. Tidak perlu beristirahat lama, kupercepat jalanku untuk mengejar berbuka di puncak.

Tidak terlalu jauh dari pos 3 ke kebun teh promasan, beberapa rumah seperti gubug untuk menjaga dan tempat singgah penduduk menandakan sudah mulai memasuki Promasan. Terhampar kebun teh dan kebun kopi di lereng ungaran membuatku sedikit melupakan rasa haus dan lapar. Kunikmati perjalanan melalui kebun teh dan kopi, benar-benar sepi, mungkin benar apa yang dikatakan pos penjaga camp mawar kalau tidak ada yang mendaki hari ini.

4.15 pm
 
 
Kebun teh Promasan
 
Jalan menuju pos 4
4.30 pm

Dari kebun teh promasan jalan mulai mendaki, stabil mendaki tanpa ada turunan. Setengah jam dari kebun teh promasan sampailah di pos 4. Disini kuputuskan untuk istirahat sebentar. Tubuh terasa panas, mungkin efek puasa, namun cuaca gunung yang mulai dingin angin sore membuat tubuh menjadi stabil lagi.

Lapar dan haus mulai mendera....
5 menit cukup untuk istirahat. Perjalanan sebeanarnya ungaran dimulai dari titik ini, pos 4. Elevasi kurang lebih 60o dan banyak sekali pohon tumbang. Setengah jam perjalanan aku bertemu dengan tim lain yang sedang istirahat , ternyata tidak Cuma aku yang mendaki.

“Dari pos mana mas mendakinya?” tanyaku
“Kami dari medini mas. Sendiri aja mas?”
“iya” jawabku. “Ada pendaki lain mas?”
“Kosong mas hehehe, gak ada yang nyalip kami. Duluan aja mas, kami pendaki santai” jawab mereka.

Memang selain pos mawar kita juga bisa mendaki dari medini, atau dari gedong songo. Bedanya kalau dari medini tidak terlalu menanting karena bisa perjalana motor langsung ke promasan, sedangkan dari gedong songo kabarnya sudah tidak dipakai lagi.

Kulanjut perjalanan.

5.45 pm

30 menit kemudian pemandangan menarik menyambut pendakianku, pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dan beberapa tumbang tergantikan padang sabana ilalang. Ada yang bilang ini adalah pos bukaan (pos terbuka) walaupun tidak ada keterangan pos yang tertancap. Jam menunjuk pada angka 5. 45 menit lagi puncak. Puncak puasa hari ini maksudnya hehe. Harapannya juga puncak ungaran.
 
Sabana ilalang
 
Perjalanan pulang


- - - - - - - - - - - - 

Adzan sayup-sayup terdengar beriring tenggelamnya surya. Kulihat jam sudah menunjuk pada angka 6. Sudah 1 jam  melewati jalanan yang penuh ilalang. Kuamati sekeliling tempat aku berpijak, tampak barisan pohon yang membentuk benteng sepanjang kurang lebih 50 meter, namun di tengahnya terdapat jalan masuk seperti gerbang menuju gua.
“sedikit lagi sampai!”

Aku memang sedikit hapal tempat ini, karena ini pendakianku yang ke 6 di Ungaran. “Bismillah..” Kuminum sedikit bekalku. Lima menit kemudian, aku melihat dataran tertinggi dari Ungaran. Kupastikan itu adalah puncak. Surya sudah benar-benar tenggelam bersama sinarnya. Senter kunyalakan untuk menerangi lokasi-lokasi lain untuk pendirikan tenda, setelah beberapa waktu, akupun menemukan lokasi yang pas. Gelap semakin menandakan malam benar-benar sudah menyelimuti. Setelah sholat magrib, tidak sampai 20 menit tenda sudah berdiri. Kusinari lagi sekeliling lokasi, lalu aku memutuskan untuk istirahat di dalam tenda.
“Sudah kuduga aku akan sendirian disiini” Kataku dalam hati, “tidak ada yang akan mau mendaki di bulan puasa”

Bekalpun kubuka, benar-benar sedap makanan yang dimakan saat terasa sangat lapar. Aku mengira hal berat sudah terlewati, namun ternyata yang lebih berat sebentar lagi datang. Angin dingin datang, cukup kencang membuat tendaku sedikit bergoyang. Baru kubenahi patok tendanya tiba-tiba hujan turun sangat deras bebarengan dengan petir, hanya dalam jangka 20 menit dari malam yang damai, menjadi malam mimpi buruk. Air masuk dalam tenda karena aku membawa tenda yang salah, tenda yang agak kecil dan tanpa Flysheet sebagai penutup tenda.

Akhirnya kuputuskan setelah kurapikan bekal, kubungkus diriku dengan sleeping bag, slleping bag itu ku double dengan fly sheet agar tidak basah.
Hujan masih sangat deras, bahkan dengan guntur. Aku terdiam beberapa saat hingga akhirnya tertidur.

Detik berjalan, dan menit pun mengikuti, aku terbangun dengan kondisi basah pada bagian sleeping bag  bawah yang tidak terbungkus flysheet. Kulihat jam yang ternyata menunjuk angka 11 malam. Aku tertidur empat jam. Ku cek beberapa peralatan dan bekal.

Setelah kupastikan semua masih ada walau masih basah, kurapikan tendaku. 4 rakaat isya dan 4 rakaat terawih kulakukan didalam tenad karena di luar masih agak gerimis. Ditengah sholat terdengat suara berisik di luar seperti orang mendirikan tenda, sedikit ada rasa lega bahwa aku tidak sendirian. Namun harapan itu sia-sia setelah kupastia yang berisik hanya patahan kayu yang tergesek ilalang saat kusenteri. Artinya memang aku Cuma sendiri. Seperti harapanku sebelumnya. Setelah alarm jam tangan ku setel jam 4 aku lanjutkan tidurku.
 
Berantakan pada jam 11 malam
 
21 Juli di jus 21
Jam 4 terbangun..
Sedikit sahur masih tersisa. Cuaca sepertinya sudah membaik walau berkabut. Satu jam kemudian matahari sudah mulai terbit. Belum terlalu ternag, pendaki yang kutemui hari sebelumnya paru pada terlihat. Rupanya mereka membuat camp di sabana ilalang karena hujan badai semalam. Setelah bersapa, kuputuskan segera pulang agar tidak terlalu siang.
 
Dari puncak
Ok ungaran dengan 2050 mDplnya sekali lagi sampai terdaki dalam waktu 3 jam, bahkan saat sendiri dan di bulan ramadhan sekalipun. Dan tetap bisa menjalankan perintah-perintahNYA. Mungkin tantangan akan terasa lebih bila yang didaki di atas 3.000 mDpl. Mungkin Merbabu, atau Lawu.



Suatu saat............

 Ramadhan 21 Juli 2014, yang baru sempat tertulis di Ramadhan 28 Juni 2016
 
Sunrise tertutup kabut
sunrise seperti sunset

 
Cuaca membaik



 
Pemandangan dari puncak

 
Semoga sekarang ilmumu bermanfaat
 
bungan asli ungaran
 
Selamat tinggal :-)


 

 






Semoga sawi pada tumbuh dan jadi bekal pendaki


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar