Adzan
sayup-sayup terdengar beriring tenggelamnya surya. Kulihat jam sudah menunjuk
pada angka 6. Sudah 1 jam melewati
jalanan yang penuh ilalang. Kuamati sekeliling tempat aku berpijak, tampak
barisan pohon yang membentuk benteng sepanjang kurang lebih 50 meter, namun di
tengahnya terdapat jalan masuk seperti gerbang menuju gua.
“sedikit
lagi sampai!”
Aku
memang sedikit hapal tempat ini, karena ini pendakianku yang ke 6 di Ungaran. “Bismillah..”
Kuminum sedikit bekalku. Lima menit kemudian, aku melihat dataran tertinggi
dari Ungaran. Kupastikan itu adalah puncak. Surya sudah benar-benar tenggelam
bersama sinarnya. Senter kunyalakan untuk menerangi lokasi-lokasi lain untuk pendirikan
tenda, setelah beberapa waktu, akupun menemukan lokasi yang pas. Gelap semakin
menandakan malam benar-benar sudah menyelimuti. Setelah sholat magrib, tidak
sampai 20 menit tenda sudah berdiri. Kusinari lagi sekeliling lokasi, lalu aku
memutuskan untuk istirahat di dalam tenda.
“Sudah
kuduga aku akan sendirian disiini” Kataku dalam hati, “tidak ada yang akan mau
mendaki di bulan puasa”
-
- - - - - - - - - - -
Hampir 2
tahun sudah......
Tapi
serasa baru kemarin-kemarin aku mendaki ungaran saat puasa ramadhan 2014. Agar
kenangan tidak hilang, biarlah tertulis disini hehe.
Saat
itu sebenarnya tidak ada niat mendaki di Bulan Ramadhan, tentu alasannya karena puasa. Saat itu hanya
tertarik dan tertantang untuk mendaki sendirian. Maksud sendirian artinya memang
sendirian, sepi. Nah hari-hari sebelumnya yang dipilih selalu saja ada
kesibukan lain, andaipun memilih hari libur, tentu tidak mungkin Ungaran akan
sepi.
Mengapa
Ungaran? Bukan gunung yang lain? Yaaaa mendaki memang jangan asal-asalan
naik. Mahameru, Lawu, Merapi, Merbabu, Prau, Sindoro dan Kekasihnya si Sumbing,
Slamet, Ciremai...semua gunung yang sudah di daki sebelumnya maksimal hanya 3
kali pendakian, sedangkan ungaran yang rencana mau didaki sendiri sudah pernah 5 kali. Dan waktu itu
pertimbangan saya memilih ungaran karena sudah sangat hapal jalur jalannya.
Juga tidak terlalu jauh hehe
Dan
ramadhan ternyata menjadi waktu yang
kosonng, dan kebetulan juga tidak ada yang mendaki, siapa yang mau mendaki pas
puasa? Dan..puasa juga tantangan lain. Apakah masih bisa bertahan atau tidak.
-
- - - - - - - - - - -
3.00 pm
3.00 pm
Ok
singkat saja perjalanan tetap dimulai dari camp mawar Jimbaran tepat jam 3 sore
selepas sholat ashar. Ternyata di bulan puasapun mawar tetap ramai, tiket masih
sama Rp 3.000 untuk parkir motor, dan Rp 3.000 untuk tiket masuk.
“mendaki
sendirian mas? Kapan turunnya” tanya penjaga camp
“Iya
mas, besok juga sudah pulang. Ada yang mendaki tidak mas?”
“Kalau
dari mawar tidak ada”
Hutan
pinus ungaran tampak menghijau. Beberapa lokasi masih rimbun, namun beberapa
lokasi sudah gundul. Mungkin memang pinus disini dimanfaatkan warga untuk pendapatan ekonomi daerah sekitar. Dari dulu pasti ada peandangan satu sisi ditebang, satu
sisi ditanami. Jalan stabil dan datar hingga 10 menit pertama, setelah itu
jalan mulai mendai. Cukup 30 menit untuk sampai pos 2. Jarum menit menunjuk pada angka
9. Jam 3.45 pm, artinya tinggal 2 jam lagi masuk waktu berbuka
Setelah
pos 2 kita akan melewati air sungai yang cukup jernih, cukup 10 menit dari pos
2, rekomendasinya ambil air disini saja, karena belum tentu di Promasan (kebun
teh) ada air..
3.45 pm
3.45 pm
Setelah
botol-botol bekal terisi semua, perjalanan dilanjutkan. 20 menit kemudian sampailah
di pos 3. Kondisi track masih stabil. Kadang turun kadang naik. Tapi lebih
banyak landai. Tidak perlu beristirahat lama, kupercepat jalanku untuk mengejar
berbuka di puncak.
Tidak
terlalu jauh dari pos 3 ke kebun teh promasan, beberapa rumah seperti gubug
untuk menjaga dan tempat singgah penduduk menandakan sudah mulai memasuki
Promasan. Terhampar kebun teh dan kebun kopi di lereng ungaran membuatku
sedikit melupakan rasa haus dan lapar. Kunikmati perjalanan melalui kebun teh
dan kopi, benar-benar sepi, mungkin benar apa yang dikatakan pos penjaga camp
mawar kalau tidak ada yang mendaki hari ini.
4.15 pm
4.15 pm
4.30 pm
Dari
kebun teh promasan jalan mulai mendaki, stabil mendaki tanpa ada turunan. Setengah
jam dari kebun teh promasan sampailah di pos 4. Disini kuputuskan untuk
istirahat sebentar. Tubuh terasa panas, mungkin efek puasa, namun cuaca gunung
yang mulai dingin angin sore membuat tubuh menjadi stabil lagi.
Lapar
dan haus mulai mendera....
5
menit cukup untuk istirahat. Perjalanan sebeanarnya ungaran dimulai dari titik
ini, pos 4. Elevasi kurang lebih 60o dan banyak sekali pohon
tumbang. Setengah jam perjalanan aku bertemu dengan tim lain yang sedang
istirahat , ternyata tidak Cuma aku yang mendaki.
“Dari
pos mana mas mendakinya?” tanyaku
“Kami
dari medini mas. Sendiri aja mas?”
“iya”
jawabku. “Ada pendaki lain mas?”
“Kosong
mas hehehe, gak ada yang nyalip kami. Duluan aja mas, kami pendaki santai”
jawab mereka.
Memang selain pos mawar kita juga bisa mendaki dari medini, atau dari gedong songo. Bedanya kalau dari medini tidak terlalu menanting karena bisa perjalana motor langsung ke promasan, sedangkan dari gedong songo kabarnya sudah tidak dipakai lagi.
Kulanjut
perjalanan.
5.45 pm
5.45 pm
30
menit kemudian pemandangan menarik menyambut pendakianku, pohon-pohon besar
yang menjulang tinggi dan beberapa tumbang tergantikan padang sabana ilalang. Ada
yang bilang ini adalah pos bukaan (pos terbuka) walaupun tidak ada keterangan
pos yang tertancap. Jam menunjuk pada angka 5. 45 menit lagi puncak. Puncak
puasa hari ini maksudnya hehe. Harapannya juga puncak ungaran.
-
- - - - - - - - - - -
Adzan
sayup-sayup terdengar beriring tenggelamnya surya. Kulihat jam sudah menunjuk
pada angka 6. Sudah 1 jam melewati
jalanan yang penuh ilalang. Kuamati sekeliling tempat aku berpijak, tampak
barisan pohon yang membentuk benteng sepanjang kurang lebih 50 meter, namun di
tengahnya terdapat jalan masuk seperti gerbang menuju gua.
“sedikit
lagi sampai!”
Aku
memang sedikit hapal tempat ini, karena ini pendakianku yang ke 6 di Ungaran. “Bismillah..”
Kuminum sedikit bekalku. Lima menit kemudian, aku melihat dataran tertinggi
dari Ungaran. Kupastikan itu adalah puncak. Surya sudah benar-benar tenggelam
bersama sinarnya. Senter kunyalakan untuk menerangi lokasi-lokasi lain untuk pendirikan
tenda, setelah beberapa waktu, akupun menemukan lokasi yang pas. Gelap semakin
menandakan malam benar-benar sudah menyelimuti. Setelah sholat magrib, tidak
sampai 20 menit tenda sudah berdiri. Kusinari lagi sekeliling lokasi, lalu aku
memutuskan untuk istirahat di dalam tenda.
“Sudah
kuduga aku akan sendirian disiini” Kataku dalam hati, “tidak ada yang akan mau
mendaki di bulan puasa”
Bekalpun
kubuka, benar-benar sedap makanan yang dimakan saat terasa sangat lapar. Aku mengira
hal berat sudah terlewati, namun ternyata yang lebih berat sebentar lagi
datang. Angin dingin datang, cukup kencang membuat tendaku sedikit bergoyang. Baru
kubenahi patok tendanya tiba-tiba hujan turun sangat deras bebarengan dengan
petir, hanya dalam jangka 20 menit dari malam yang damai, menjadi malam mimpi
buruk. Air masuk dalam tenda karena aku membawa tenda yang salah, tenda yang
agak kecil dan tanpa Flysheet sebagai penutup tenda.
Akhirnya
kuputuskan setelah kurapikan bekal, kubungkus diriku dengan sleeping bag,
slleping bag itu ku double dengan fly sheet agar tidak basah.
Hujan
masih sangat deras, bahkan dengan guntur. Aku terdiam beberapa saat hingga
akhirnya tertidur.
Detik
berjalan, dan menit pun mengikuti, aku terbangun dengan kondisi basah pada
bagian sleeping bag bawah yang tidak
terbungkus flysheet. Kulihat jam yang ternyata menunjuk angka 11 malam. Aku tertidur
empat jam. Ku cek beberapa peralatan dan bekal.
Setelah
kupastikan semua masih ada walau masih basah, kurapikan tendaku. 4 rakaat isya
dan 4 rakaat terawih kulakukan didalam tenad karena di luar masih agak gerimis.
Ditengah sholat terdengat suara berisik di luar seperti orang mendirikan tenda,
sedikit ada rasa lega bahwa aku tidak sendirian. Namun harapan itu sia-sia
setelah kupastia yang berisik hanya patahan kayu yang tergesek ilalang saat kusenteri.
Artinya memang aku Cuma sendiri. Seperti harapanku sebelumnya. Setelah alarm
jam tangan ku setel jam 4 aku lanjutkan tidurku.
Berantakan pada jam 11 malam |
Jam 4 terbangun..
Sedikit
sahur masih tersisa. Cuaca sepertinya sudah membaik walau berkabut. Satu jam
kemudian matahari sudah mulai terbit. Belum terlalu ternag, pendaki yang
kutemui hari sebelumnya paru pada terlihat. Rupanya mereka membuat camp di
sabana ilalang karena hujan badai semalam. Setelah bersapa, kuputuskan segera
pulang agar tidak terlalu siang.
Ok
ungaran dengan 2050 mDplnya sekali lagi sampai terdaki dalam waktu 3 jam, bahkan saat sendiri
dan di bulan ramadhan sekalipun. Dan tetap bisa menjalankan
perintah-perintahNYA. Mungkin tantangan akan terasa lebih bila yang didaki di
atas 3.000 mDpl. Mungkin Merbabu, atau Lawu.
Suatu
saat............
Ramadhan 21 Juli 2014, yang baru sempat tertulis di Ramadhan 28 Juni 2016
sunrise seperti sunset |
Semoga sawi pada tumbuh dan jadi bekal pendaki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar