Minggu, 24 Juni 2012

Pendakian Lawu, Ketika Jari Menggapai Langit

“Saat kami sudah berkumpul di Pom bensin Tembalang, saat kami sudah merasa semua keperluan sudah dirasa cukup. Logistik, tenda, SB, dan semua keperluan,tiba-tiba  1 (satu) menit ketika akan berangkat koordinatornya bilang “oh..iya kami tidak ada yang bawa kamera!”. Waduh, biar mata menjadi saksi??? Gubrak!

 
LAWU, KAMI MENDAKI
                                            Saat di Puncak

Seorang bijak pernah berkata. “Terkadang, bukan kenangan buruk yang membuatmu bersedih, tapi kenangan indah yang kamu tahu, tak akan terulang kembali.”. Saya punya kenangan indah itu, yaa,,saat di Lawu. Saat persaudaraan menjadi terasa lebih indah ketika dikelilingi oleh edelwies, saat jiwa menjadi lebih segar ketika beramai-ramai menyambut mentari dan embun pagi, saat mimpi kami serasa terbang meninggi  ketika jari-jari kami menyentuh langit. Entah kapan bisa terulang (saya kok tidak yakin), dan entah berapa lama merindukan. Ehm….mending kerinduannya ditulis saja, anggap saja biar tidak hanya saya yang merasakan ini (egois ya he,e,e). 

Lawu….saat jari-jari kami akhirnya menyentuh langit. Disinilah saya ingin bercerita.




LAPORAN MENYEBALKAN ITU BAHKAN SAAT KAMI MASIH DI POM BENSIN TEMBALANG!!
14 mei, 19.00 WIB sampai 15 mei, 11.00 WIB
                                         Perjalanan menuju Cemoro Sewu

Satu hari sebelumnya saya dapat sms. Dari seorang sahabat. Satu kalimat saja. Tapi sangat sulit menjawabnya
“mas anterin kami ke lawu bisa tidak”. Saya mau jawab bisa, eh…belum pernah kesana sama sekali. Mau jawab tidak bisa, gengsi! wkwkwkw
“siapa saja?”
“ABCDEFGHIJK, 11 orang. Tambah kamu jadinya 12 orang, kami sudah siap semua, sudah meeting juga, pokok tinggal cari yang mau nemenin, kalau jadi besok kumpul di pom bensin tembalang”

ini mah nodong -_-

Jawaban yang semakin membuat saya sulit menjawab ya atau tidak, karena dari sebelas orang yang ikut hanya tiga orang yang pernah mendaki. Dan kabar lebih buruknya, semuanya termasuk saya belum tahu medan pendakian Lawu seperti apa. Memang berdasar cerita yang pernah kesana mudah-mudah saja, tapi akan terasa sulit bila tidak ada yang tahu medan, sederhananya kami akan kesulitan mengatur kapan mencapai puncak saat sunrise, kapan saat harus istirahat, dan bla bla bla...

“iya saya temani”
“nanti  tak tanya kawanku yang tahu jalurnya”
yah memang endingnya saya tidak punya pilihan lain

Singkat cerita kami ada di pom bensin, tidak sesuai jadwal. Harusnya kami berangkat jam 8.00 WIB agar nanti pendakian bisa agak siangan (soalnya semua tidak ada yang tahu jalan, jadi berangkat ketika ada cahaya matahari adalah alternatif), tetapi malah jam 11.30 kami baru siap. Bukan itu saja, Saat kami sudah berkumpul di Pom bensin Tembalang, saat kami sudah merasa semua keperluan sudah dirasa cukup. Logistik, tenda, SB, dan semua keperluan,tiba-tiba  1 (satu) menit ketika akan berangkat koordinatornya bilang “oh..iya kami tidak ada yang bawa kamera!”.

Waduh, hari gene ke gunung kagak bawa kamera, memangnya mata bisa ngejepret!. Untung saja ada yang bawa handphone. Jadi, ok cap cus berangkat.

Asal tahu...kamera adalah hal yang paling penting! (titik...tidak boleh ditawar!)

Kami sampai jalur pendakian Cemoro Sewu jam 18.00, keadaan mendung, letih karena kami menggunakan transportasi motor. Setelah menjamak sholat kami akhirnya berangkat. Benar-benar tidak sesuai rencana. Tapi ajaibnya semua semangat, seakan-akan sudah tidak sabar mau mendaki.  Saat itu saya belajar satu hal. Kemauan dan semangat ternyata mengalahkan kemampuan rata-rata kami. Pokok benar-benar jadi cihui...kami jadi tampak tangguh!!!.

Yup…saya jadi ikut semangat dan kami berangkat walau mendung tampak mengincar kami.



DI POS I, EH BUKAN DING, TERNYATA HANYA POS BAYANGAN
15 mei 20.30
Sebelum saya lanjutkan cerita, ingin sedikit berkisah tentang history gunung  ini. Gunung yang menjadi pembatas antara Jawa Tengah dan Jawa Timur ini memiliki ketinggian 3265. Konon puncaknya terdapat di Jawa Timurnya. Ada dua jalur bila ingin mendaki. Di jalur Jawa Tengah dinamakan Cemoro Kandang di Kota Karanganyar, dan di bagian Jawa Timur di kota Magetan dinamakan Cemoro Sewu.

Banyak kisah yang berkembang tentang Gunung Lawu. Termasuk wisata-wisata yang banyak ditemukan semacam candi dan sebagainya yang rata-rata peninggalan agama hindu. Konon setelah runtuhnya Kerajaan hindu Majapahit, berdirilah kerajaan Islam yang cukup besar di Demak. Rajanya saat itu Raden Patah  mempunyai ayah bernama Raden Brawijaya, Raden Patah berniat mengajak ayahandanya untuk masuk islam. Tetapi Raden Brawijaya tidak mau, untuk menghindari perselisihan dengan anaknya sendiri maka pergilah Raden Brawijaya Ke Gunung Lawu dan konon meninggal disana. Hal itu bisa dibuktikan dengan petilasan-petilasan yang berlatar belakang hindu.

Lawu memiliki puncak yang cukup unik. Di puncak lawu banyak terdapat warung, padahal Gunung Lawu tidak seperti Bromo maupun Tangkuban perahu yang dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor. Gunung Lawu bukanlah berkonsep seperti itu. Lebih berkonsep "pendakian", jadi tetap harus berjalan (mendaki) kalau ingn sampai puncaknya.

Warung-warung itu ternyata didiami oleh orang-orang yang tangguh yang selalu mendaki dua kali seminggu untuk mengambil bahan-bahan makanan untuk dijual di puncak, itu bisa bertambah menjadi tiga kali dalam seminggu bila ada hari tanggal merah, dan malah isa empat kali dalam seminggu bila musim pendakian, sambil membawa bahan makanan yang memiliki berat tidak kurang dari 20 Kg! ckckck

Ok…kita lanjut ceritanya ya hee,e
Jam 18.30 WIB kami sampai. Di Cemoro Sewu
Perjalanan pun bermula

Sering kami berhenti, ada saja yang membuat kami berhenti. Lelah, ada yang sakit ternyata (kenapa ndak bilang dari awal!!), bahkan kami salah jalur karena saya yang saat itu paling depan malah mengambil jalur lain yang bukan buatan dari pihak pariwisata. Dasar! Macam tidak tahu saja kalau kami semua baru pertama kali kesini!. Untung saja kami belum bisa dikatakan tersesat karena langsung bisa mencapai jalur utama lagi. Hujan mulai turun, deras lagi. Setengah jam kami berjalan dan sampailah di sebuah pos.

“ini pos satu mas?”
“ehm,,iya mungkin”

Sebenarnya saya ragu dan curiga. Masa ada pendakian baru setengah jam sudah sampai pos I, tetapi daripada kehujanan dan kecapekan, kami memutuskan istirahat. Lama kami istirahat, hingga keputusan kami akhirnya tetap berangkat walau masih hujan. Setengah jam kemudian kami sampai di pos lagi.

“ini pos dua mas?”
“ehm,,iya mungkin” 

Untuk kedua kalinya saya ragu jawaban saya sendiri. Baru juga satu jam, tapi sudah ada pos lagi. Saya perhatikan peta yang ada di HP. Peta pendakian. Jarak dari pos pemberangkatan sampai pos satu ada kurang lebih seperempat jarak total. “masa sedekat ini?”. Setengah jam istirahat kami memutuskan untuk berangkat lagi. Keraguan kami akhirnya terjawab setelah satu setengah jam perjalanan dari pos sebelumnya. Kaki ini terasa lelah dan lebih lelah. Pegalnya pundak lebih terasa pegal. Rasanya mulai sedikit putus asa ketika melihat tulisan di pos itu. Sambil menghela nafas dan kukur-kukur kepala yang tidak gatal saya kabarkan hal yang sedikit membuat mereka tampak agak luntur semangatnya.

“Eh ternyata ini baru pos I, yang tadi hanyalah pos bayangan. Dan sekarang sudah jam setengah sepuluh malam”

Pengais rezeki yang mendaki seminggu 3X (bapak di warung puncak lawu)


DIMANA MAS POS EMPAT? KOK DARI TADI KATANYA UDAH DEKAT TERUS!!
16 mei 01.30 WIB

Kawan…mendaki itu hal yang tidak terlalu sulit. Semakin kita cepat melangkah maka akan semakin ringan. Sederhana saja, ketika kita banyak berhenti maka tekanan pada lutut kaki akan semakin berat,apalagi ditambah dengan beban tas, carrier yang dihubungkan dengan elevasi tanjakan. Ketika berjalan cepat maka sebenarnya terasa lebih ringan, seakan-akan ada pantulan di kaki yang memudahkan. Hukum gravitasi menjadi momok bagi pendaki yang masih awam. Anggap saja seperti sedang upacara, pasti akan lelah bila berdiri, lima menit berdiri akan lebih penat daripada lima menit berjalan. istilahnya GLBB hwe.he.he

Sekali lagi, mendaki itu hal mudah, tetapi menjadi sulit ketika bersama orang yang terlalu lama berhenti. Apalagi kalau sudah mulai sering duduk istirahat. Nah ini penyakitnya. Oh iya sebelum kulanjutkan cerita, saya ingin mengucapkan thanks  berat sama sahabat yang dari awal medaki sampai puncak terus menemani. Thanks mas Evi, Sebenarnya jalan kita yang kecepatan atau mereka yang melambat ya? Hee,e. Maaf ya saya tidak menemani bagian “pemupukan” edelwies ketika di puncak. InsyaAllah saya doakan “semoga nantinya pohon yang tumbuh berbuah emas”
(Btw..faham kan pemupukan maksudnya apa? tidak faham? kalau panggilan alam? faham kan? he.he)

Ok..mulai dari pos 1 kami melanjutkan perjalanan, lebih berat karena sering berhenti. Jam 23.00 kami sampai di pos 2 (dua) tetap kami tidak berhenti, selain untuk mengejar jadwal istirahat di Pos 4 (empat) kebetulan hujan juga sudah reda, apalagi bertemu dengan pendaki lain, kami manfaatkan kesempatan itu untuk “mengekor” ataupun didepan para pendaki lain. Satu saja niat saya, karena kami tidak tahu jalan, jadi biarlah mereka yang secara tidak langsung menjadi guide kami he,e,e,e

Tepat jam 00.00 kami sampai di pos tiga, kami terpaksa harus istirahat karena rata-rata pada kecapekan. setengah jam kemudian kami melanjutkan perjalanan. Inilah kondisi terberat kami. Jalan mulai menanjak, elevasi 60 derajat.

Memang ada tangga, tetapi itu sudah tidak terlalu membantu, puncak lebih dingin, lembah lebih panas, perbedaan massa dan suhu udara membuat angin puncak mulai berhembus, asal tahu saja walaupun saya sebenarnya juga tidak terlalu tahu alasannya ternyata Lawu adalah gunung yang sangat dingin, lebih dingin daripada Semeru sekalipun, dan kondisi kami agak basah. Tetapi yang membuat lebih penat sebenarnya bukanlah itu semua, sebenarnya karena kami sering istirahat itulah yang membuat saya sangat lelah.

“bos bangun, mereka sudah nampak” kata saya kepada Evi.
“oh iya mas? Maaf mas, lama mereka jalan, ngantuk nunggunya” 
“maaaaaaaas diiiiiiimaaaaaanaaaaaaa?”  tidak tahu entah siapa yang bilang, yang jelas dari bawah.

“disini, kami menunggu, sudah dekat pos 4” Evi jawab lagi

~Setengah jam kemudian~

“bos bangun, mereka sudah nampak” kata saya kepada evi.
“oh iya mas? Maaf mas, lama mereka jalan, ngantuk nunggunya”
“maaaaaaaas diiiiiiimaaaaaanaaaaaaa?”  tidak tahu entah siapa yang bilang, yang jelas dari bawah.
“disini, kami menunggu, sudah dekat pos 4” Evi jawab lagi
” dimana mas pos empat? kok dari tadi katanya udah dekat terus!!” tidak tahu entah siapa yang bilang, yang jelas dari bawah.
“sudah dekat kali ya mas” Tanya Evi ke saya
“ehm,,,iya mungkin”

Saat itu sudah setengah dua pagi, perjalanan kami sudah 7 (tujuh) jam, namun kami melihat ciri-ciri adanya pos empat saja belum. Dan kami makin lemas ketika mendapat jawaban dari seorang pendaki yang tampak sudah istirahat. 

“kurang tahu mas, tapi sepertinya masih satu jam perjalanan lagi”
 Setengah jam Setelah shubuh
                                         
KETIKA JARI MENYENTUH LANGIT (diatas 3265 mDpl)
16 mei sampai selesai

(lanjut)….
“kurang tahu mas, tapi sepertinya masih satu jam perjalanan lagi”
“Masa pak?”
“Coba aja mas,kami juga belum pernah, itu juga kata orang yang lewat”
Alhamdulillah berarti belum tentu satu jam perjalanan, bapaknya saja belum pernah kesini,,hadeh,,,
“Gimana mas? istirahat aja dulu piye” Tanya evi lagi
“ya sudah, kita cari tempat istirahat ngasal aja, lagian sudah hampir jam dua malam”

Kami memutuskan untuk istirahat dulu, lima belas menit kami mencari akhirnya dapat sebuah tempat agak sedikit rata. Jam dua. Kami harus istirahat walau cuma sebentar, lagian terlihat muka-muka lelah yang baru pada sampai di tempat istihat. Kami membuat kesepakatan jam 03.30 WIB bangun untuk target mendapat sunrise di puncak.
Kami terbangun pukul 05.00 -_-

Jam lima setelah sholat kami menanti sunrise di (tidak tahu dimana)...... Tampak indah walau tidak dari puncak. Setelah sedikit narsis kami lanjutkan perjalanan. Ternyata hanya cukup 10 (sepuluh) menit untuk mencapai pos empat. Dan pos empat ternyata sudah bagian dari puncak karena perjalanan tinggal 300 meter. Thau seperti ini mending kita naik dikit sampai!

Kami mencapai puncak tepat jam 07.00 WIB. Dua belas jam perjalanan kami, memang lelah, tetapi seakan-akan hilang melhat keceriaan mereka mencapai puncak. Ini kenapa saya selalu mengutuk diri andai tidak bisa mengantar sahabat yang ingin mendaki, apalagi yang belum pernah, karena saya akan kehilangan kesempatan melihat senyum-senyum indah yang terpancar dari orang-orang itu. Kalau boleh dikata jujur, itulah yang saya cari daripada sekedar puncak.

Mungkin juga layaknya kehidupan, tanjakan-tanjakan adalah step-step dalam kehidupan, apakah kita terus untuk mendaki, ataukan berakhir kembali untuk turun karena menyerah. Dan apakah yang tersaji ketika kita mampu melawan diri kita, lelah kita, rasa ngantuk, dan ketakutan untuk terus bergerak? Tentu puncak yang indah. Andaipun tidak memperoleh sunrise, tetaplah kepuasan kita dapatkan karena kita mampu menaklukkan. Benarlah kata-kata dari seseorang sahabat bahwa kebahagiaan akan lebih terasa bila kepahitan lebih dulu terasa dan mampu melewatinya.

Kami turun jam 10.00 WIB, saya cukup senang melihat pancaran wajah puas walau mereka tidak melihat sunrise di puncak. Mungkin karena perjuangan dua belas jam yang melelahkan itulah yang membuat mereka tampak bahagia sampai puncak, apalagi mendapatkan sahabat-sahabat baru yang mewarnai persaudaraan mereka. Semua ingin, semua bermimpi suatu saat ada kesempatan lagi untuk mendaki. Rinjani, Semeru, he,e,e,e.

Entah apa yang difikirkan mereka tidak menjadi hal yang terlalu saya fikirkan, yang jelas apapun itu melihat ke wajah mereka yang tampak segar, semangat bersama edelwies-edelwies di puncak, melihat mereka saling berbincang dan bersaudara, bahkan ada yang “sok-sok”an berkumpul dengan pendaki lain sudah cukup membuat saya tertarik ikut mengangkat tangan menggantungkan mimpi-mimpi akan keingininan mereka sampai tinggi ke langit.
   Dan kami menyentuh langit-langit
                                         
Kawan, ini dulu saja yang kuceritakan,, ^_^
The super team : Rina, Evi, Diyan, Komaria, Farida, Agung, Rendi, Marita, Meris, Alan, Afrisha.


The moment


sore hari di lereng














Disambut sunrise walau belum sampai puncak
















menikmati cakrawala pagi
















disisi puncak lain














sarapan dulu ya ^_^



ada warung di puncak he,e,e,e
















Rina bersama sang saka merah putih di puncak




















tidak jelas maksudnya apa wkwkwkwk
















the Leader
















Puncak
































15 mei
11.00 WIB : Pemberangkatan dari Tembalang, Semarang
17.30 WIB : Sampai di Cemoro Sewu
18.30 WIB : Berangkat Dar Cemoro Sewu
19.30 WIB : Sampai Pos Bayangan I
20.00 WIB : Sampai Pos Bayangan II
20.45 WIB : Sampai di Pos I
22.00 WIB : Sampai DI Pos II
23.45 WIB : Sampai di Pos III

16 mei
02.00 WIB : Istirahat diantara Pos III dan Pos IV
04.30 WIB : Shalat Shubuh dan melanjutkan perjalanan
05.00 WIB : Sampai di Pos IV
07.00 WIB : PUNCAK


2 komentar:

  1. Sangat bagus dan keren, Mas :), mari, keep semangat :)

    BalasHapus
  2. sama-sama mas,,
    buat cerita untuk cucu kelak mas he,e

    BalasHapus