“Saat kami sudah berkumpul di Pom
bensin Tembalang, saat kami sudah merasa semua keperluan sudah dirasa cukup.
Logistik, tenda, SB, dan semua keperluan,tiba-tiba 1 (satu) menit ketika akan berangkat
koordinatornya bilang “oh..iya kami tidak ada yang bawa kamera!”. Waduh, biar
mata menjadi saksi??? Gubrak!
Asal tahu...kamera adalah hal yang paling penting! (titik...tidak boleh ditawar!)
Kawan…mendaki itu hal yang tidak terlalu sulit. Semakin kita cepat melangkah maka akan semakin ringan. Sederhana saja, ketika kita banyak berhenti maka tekanan pada lutut kaki akan semakin berat,apalagi ditambah dengan beban tas, carrier yang dihubungkan dengan elevasi tanjakan. Ketika berjalan cepat maka sebenarnya terasa lebih ringan, seakan-akan ada pantulan di kaki yang memudahkan. Hukum gravitasi menjadi momok bagi pendaki yang masih awam. Anggap saja seperti sedang upacara, pasti akan lelah bila berdiri, lima menit berdiri akan lebih penat daripada lima menit berjalan. istilahnya GLBB hwe.he.he
“disini, kami menunggu, sudah dekat pos 4” Evi jawab lagi
(lanjut)….
Jam lima setelah sholat kami menanti sunrise di (tidak tahu dimana)...... Tampak indah walau tidak dari puncak. Setelah sedikit narsis kami lanjutkan perjalanan. Ternyata hanya cukup 10 (sepuluh) menit untuk mencapai pos empat. Dan pos empat ternyata sudah bagian dari puncak karena perjalanan tinggal 300 meter. Thau seperti ini mending kita naik dikit sampai!
The moment
15 mei
11.00 WIB : Pemberangkatan dari Tembalang, Semarang
17.30 WIB : Sampai di Cemoro Sewu
18.30 WIB : Berangkat Dar Cemoro Sewu
19.30 WIB : Sampai Pos Bayangan I
20.00 WIB : Sampai Pos Bayangan II
20.45 WIB : Sampai di Pos I
22.00 WIB : Sampai DI Pos II
23.45 WIB : Sampai di Pos III
16 mei
02.00 WIB : Istirahat diantara Pos III dan Pos IV
04.30 WIB : Shalat Shubuh dan melanjutkan perjalanan
05.00 WIB : Sampai di Pos IV
07.00 WIB : PUNCAK
LAWU, KAMI MENDAKI
Seorang bijak pernah berkata. “
LAPORAN MENYEBALKAN ITU BAHKAN
SAAT KAMI MASIH DI POM BENSIN TEMBALANG!!
14 mei, 19.00 WIB sampai 15 mei,
11.00 WIB
Satu hari sebelumnya saya dapat
sms. Dari seorang sahabat. Satu kalimat saja. Tapi sangat sulit
menjawabnya
“mas anterin kami ke lawu bisa
tidak”. Saya mau jawab bisa, eh…belum pernah kesana sama sekali. Mau jawab
tidak bisa, gengsi! wkwkwkw
“siapa saja?”
“ABCDEFGHIJK, 11 orang. Tambah
kamu jadinya 12 orang, kami sudah siap semua, sudah meeting juga, pokok tinggal
cari yang mau nemenin, kalau jadi besok kumpul di pom bensin tembalang”
ini mah nodong -_-
Jawaban yang semakin membuat saya sulit menjawab ya atau tidak, karena dari sebelas orang yang ikut hanya tiga orang yang pernah mendaki. Dan kabar lebih buruknya, semuanya termasuk saya belum tahu medan pendakian Lawu seperti apa. Memang berdasar cerita yang pernah kesana mudah-mudah saja, tapi akan terasa sulit bila tidak ada yang tahu medan, sederhananya kami akan kesulitan mengatur kapan mencapai puncak saat sunrise, kapan saat harus istirahat, dan bla bla bla...
Jawaban yang semakin membuat saya sulit menjawab ya atau tidak, karena dari sebelas orang yang ikut hanya tiga orang yang pernah mendaki. Dan kabar lebih buruknya, semuanya termasuk saya belum tahu medan pendakian Lawu seperti apa. Memang berdasar cerita yang pernah kesana mudah-mudah saja, tapi akan terasa sulit bila tidak ada yang tahu medan, sederhananya kami akan kesulitan mengatur kapan mencapai puncak saat sunrise, kapan saat harus istirahat, dan bla bla bla...
“iya saya temani”
“nanti tak tanya kawanku yang tahu jalurnya”
yah memang endingnya saya tidak punya pilihan lain
yah memang endingnya saya tidak punya pilihan lain
Singkat cerita kami ada di pom
bensin, tidak sesuai jadwal. Harusnya kami berangkat jam 8.00 WIB agar nanti
pendakian bisa agak siangan (soalnya semua tidak ada yang tahu jalan, jadi
berangkat ketika ada cahaya matahari adalah alternatif), tetapi malah jam 11.30
kami baru siap. Bukan itu saja, Saat kami sudah berkumpul di Pom bensin Tembalang, saat kami sudah merasa semua keperluan sudah dirasa cukup. Logistik,
tenda, SB, dan semua keperluan,tiba-tiba
1 (satu) menit ketika akan berangkat koordinatornya bilang “oh..iya kami
tidak ada yang bawa kamera!”.
Waduh, hari gene ke gunung kagak bawa kamera, memangnya mata bisa ngejepret!. Untung saja ada yang bawa handphone. Jadi, ok cap cus berangkat.
Waduh, hari gene ke gunung kagak bawa kamera, memangnya mata bisa ngejepret!. Untung saja ada yang bawa handphone. Jadi, ok cap cus berangkat.
Asal tahu...kamera adalah hal yang paling penting! (titik...tidak boleh ditawar!)
Kami sampai jalur pendakian Cemoro Sewu jam 18.00, keadaan mendung, letih karena kami menggunakan
transportasi motor. Setelah menjamak sholat kami akhirnya berangkat.
Benar-benar tidak sesuai rencana. Tapi ajaibnya semua semangat, seakan-akan
sudah tidak sabar mau mendaki. Saat itu
saya belajar satu hal. Kemauan dan semangat ternyata mengalahkan kemampuan
rata-rata kami. Pokok benar-benar jadi cihui...kami jadi tampak tangguh!!!.
Yup…saya jadi ikut semangat dan
kami berangkat walau mendung tampak mengincar kami.
DI POS I, EH BUKAN DING, TERNYATA
HANYA POS BAYANGAN
15 mei 20.30
Sebelum saya lanjutkan cerita, ingin
sedikit berkisah tentang history gunung ini. Gunung yang menjadi pembatas antara Jawa Tengah dan Jawa Timur ini memiliki ketinggian 3265. Konon puncaknya terdapat di
Jawa Timurnya. Ada dua jalur bila ingin mendaki. Di jalur Jawa Tengah dinamakan
Cemoro Kandang di Kota Karanganyar, dan di bagian Jawa Timur di kota Magetan dinamakan
Cemoro Sewu.
Banyak kisah yang berkembang
tentang Gunung Lawu. Termasuk wisata-wisata yang banyak ditemukan semacam candi dan sebagainya yang rata-rata peninggalan agama hindu. Konon setelah runtuhnya
Kerajaan hindu Majapahit, berdirilah kerajaan Islam yang cukup besar di Demak.
Rajanya saat itu Raden Patah mempunyai ayah bernama Raden Brawijaya, Raden
Patah berniat mengajak ayahandanya untuk masuk islam. Tetapi Raden Brawijaya
tidak mau, untuk menghindari perselisihan dengan anaknya sendiri maka pergilah Raden
Brawijaya Ke Gunung Lawu dan konon meninggal disana. Hal itu bisa dibuktikan
dengan petilasan-petilasan yang berlatar belakang hindu.
Lawu memiliki puncak yang cukup
unik. Di puncak lawu banyak terdapat warung, padahal Gunung Lawu tidak seperti Bromo maupun Tangkuban perahu yang dapat ditempuh dengan
kendaraan bermotor. Gunung Lawu bukanlah berkonsep seperti itu. Lebih berkonsep "pendakian", jadi tetap harus berjalan (mendaki) kalau ingn sampai puncaknya.
Warung-warung itu ternyata didiami oleh orang-orang yang tangguh yang selalu mendaki dua kali seminggu untuk mengambil bahan-bahan makanan untuk dijual di puncak, itu bisa bertambah menjadi tiga kali dalam seminggu bila ada hari tanggal merah, dan malah isa empat kali dalam seminggu bila musim pendakian, sambil membawa bahan makanan yang memiliki berat tidak kurang dari 20 Kg! ckckck
Warung-warung itu ternyata didiami oleh orang-orang yang tangguh yang selalu mendaki dua kali seminggu untuk mengambil bahan-bahan makanan untuk dijual di puncak, itu bisa bertambah menjadi tiga kali dalam seminggu bila ada hari tanggal merah, dan malah isa empat kali dalam seminggu bila musim pendakian, sambil membawa bahan makanan yang memiliki berat tidak kurang dari 20 Kg! ckckck
Ok…kita lanjut ceritanya ya hee,e
Jam 18.30 WIB kami sampai. Di Cemoro Sewu
Perjalanan pun bermula
Jam 18.30 WIB kami sampai. Di Cemoro Sewu
Perjalanan pun bermula
Sering kami berhenti, ada saja
yang membuat kami berhenti. Lelah, ada yang sakit ternyata (kenapa ndak bilang
dari awal!!), bahkan kami salah jalur karena saya yang saat itu paling depan
malah mengambil jalur lain yang bukan buatan dari pihak pariwisata. Dasar! Macam tidak tahu saja kalau kami semua
baru pertama kali kesini!. Untung saja kami belum bisa dikatakan tersesat
karena langsung bisa mencapai jalur utama lagi. Hujan mulai turun, deras lagi.
Setengah jam kami berjalan dan sampailah di sebuah pos.
“ini pos satu mas?”
“ehm,,iya mungkin”
Sebenarnya saya ragu dan curiga.
Masa ada pendakian baru setengah jam sudah sampai pos I, tetapi daripada
kehujanan dan kecapekan, kami memutuskan istirahat. Lama kami istirahat, hingga
keputusan kami akhirnya tetap berangkat walau masih hujan. Setengah jam
kemudian kami sampai di pos lagi.
“ini pos dua mas?”
“ehm,,iya mungkin”
Untuk kedua kalinya saya ragu
jawaban saya sendiri. Baru juga satu jam, tapi sudah ada pos lagi. Saya perhatikan peta
yang ada di HP. Peta pendakian. Jarak dari pos pemberangkatan sampai
pos satu ada kurang lebih seperempat jarak total. “masa sedekat ini?”. Setengah
jam istirahat kami memutuskan untuk berangkat lagi. Keraguan kami akhirnya
terjawab setelah satu setengah jam perjalanan dari pos sebelumnya. Kaki ini
terasa lelah dan lebih lelah. Pegalnya pundak lebih terasa pegal. Rasanya mulai
sedikit putus asa ketika melihat tulisan di pos itu. Sambil menghela nafas dan
kukur-kukur kepala yang tidak gatal saya kabarkan hal yang sedikit membuat
mereka tampak agak luntur semangatnya.
“Eh ternyata ini baru pos I,
yang tadi hanyalah pos bayangan. Dan sekarang sudah jam setengah sepuluh malam”
DIMANA MAS POS EMPAT? KOK DARI
TADI KATANYA UDAH DEKAT TERUS!!
16 mei 01.30 WIB
Kawan…mendaki itu hal yang tidak terlalu sulit. Semakin kita cepat melangkah maka akan semakin ringan. Sederhana saja, ketika kita banyak berhenti maka tekanan pada lutut kaki akan semakin berat,apalagi ditambah dengan beban tas, carrier yang dihubungkan dengan elevasi tanjakan. Ketika berjalan cepat maka sebenarnya terasa lebih ringan, seakan-akan ada pantulan di kaki yang memudahkan. Hukum gravitasi menjadi momok bagi pendaki yang masih awam. Anggap saja seperti sedang upacara, pasti akan lelah bila berdiri, lima menit berdiri akan lebih penat daripada lima menit berjalan. istilahnya GLBB hwe.he.he
Sekali lagi, mendaki itu hal
mudah, tetapi menjadi sulit ketika bersama orang yang terlalu lama berhenti.
Apalagi kalau sudah mulai sering duduk istirahat. Nah ini penyakitnya. Oh iya
sebelum kulanjutkan cerita, saya ingin mengucapkan thanks berat sama sahabat yang dari awal medaki
sampai puncak terus menemani. Thanks mas Evi, Sebenarnya jalan kita yang kecepatan
atau mereka yang melambat ya? Hee,e. Maaf ya saya tidak menemani bagian
“pemupukan” edelwies ketika di puncak. InsyaAllah saya doakan “semoga nantinya pohon yang tumbuh berbuah emas”
(Btw..faham kan pemupukan maksudnya apa? tidak faham? kalau panggilan alam? faham kan? he.he)
(Btw..faham kan pemupukan maksudnya apa? tidak faham? kalau panggilan alam? faham kan? he.he)
Ok..mulai dari pos 1 kami
melanjutkan perjalanan, lebih berat karena sering berhenti. Jam 23.00 kami
sampai di pos 2 (dua) tetap kami tidak berhenti, selain untuk mengejar jadwal
istirahat di Pos 4 (empat) kebetulan hujan juga sudah reda, apalagi bertemu
dengan pendaki lain, kami manfaatkan kesempatan itu untuk “mengekor” ataupun
didepan para pendaki lain. Satu saja niat saya, karena kami tidak tahu jalan,
jadi biarlah mereka yang secara tidak langsung menjadi guide kami he,e,e,e
Tepat jam 00.00 kami sampai di
pos tiga, kami terpaksa harus istirahat karena rata-rata pada kecapekan.
setengah jam kemudian kami melanjutkan perjalanan. Inilah kondisi terberat kami.
Jalan mulai menanjak, elevasi 60 derajat.
Memang ada tangga, tetapi itu sudah tidak terlalu membantu, puncak lebih dingin, lembah lebih panas, perbedaan massa dan suhu udara membuat angin puncak mulai berhembus, asal tahu saja walaupun saya sebenarnya juga tidak terlalu tahu alasannya ternyata Lawu adalah gunung yang sangat dingin, lebih dingin daripada Semeru sekalipun, dan kondisi kami agak basah. Tetapi yang membuat lebih penat sebenarnya bukanlah itu semua, sebenarnya karena kami sering istirahat itulah yang membuat saya sangat lelah.
Memang ada tangga, tetapi itu sudah tidak terlalu membantu, puncak lebih dingin, lembah lebih panas, perbedaan massa dan suhu udara membuat angin puncak mulai berhembus, asal tahu saja walaupun saya sebenarnya juga tidak terlalu tahu alasannya ternyata Lawu adalah gunung yang sangat dingin, lebih dingin daripada Semeru sekalipun, dan kondisi kami agak basah. Tetapi yang membuat lebih penat sebenarnya bukanlah itu semua, sebenarnya karena kami sering istirahat itulah yang membuat saya sangat lelah.
“bos bangun, mereka sudah nampak”
kata saya kepada Evi.
“oh iya mas? Maaf mas, lama
mereka jalan, ngantuk nunggunya”
“maaaaaaaas diiiiiiimaaaaaanaaaaaaa?” tidak tahu entah siapa yang bilang, yang
jelas dari bawah.
“disini, kami menunggu, sudah dekat pos 4” Evi jawab lagi
~Setengah jam kemudian~
“bos bangun, mereka sudah nampak”
kata saya kepada evi.
“oh iya mas? Maaf mas, lama
mereka jalan, ngantuk nunggunya”
“maaaaaaaas
diiiiiiimaaaaaanaaaaaaa?” tidak tahu entah
siapa yang bilang, yang jelas dari bawah.
“disini, kami menunggu, sudah
dekat pos 4” Evi jawab lagi
” dimana mas pos empat? kok dari
tadi katanya udah dekat terus!!” tidak tahu entah siapa yang bilang, yang jelas
dari bawah.
“sudah dekat kali ya mas” Tanya Evi ke saya
“ehm,,,iya mungkin”
Saat itu sudah setengah
dua pagi, perjalanan kami sudah 7 (tujuh) jam, namun kami melihat ciri-ciri
adanya pos empat saja belum. Dan kami makin lemas ketika mendapat jawaban dari
seorang pendaki yang tampak sudah istirahat.
“kurang tahu mas, tapi sepertinya
masih satu jam perjalanan lagi”
KETIKA JARI MENYENTUH LANGIT
(diatas 3265 mDpl)
16 mei sampai selesai
(lanjut)….
“kurang tahu mas, tapi sepertinya
masih satu jam perjalanan lagi”
“Masa pak?”
“Coba aja mas,kami juga belum pernah,
itu juga kata orang yang lewat”
Alhamdulillah berarti belum tentu
satu jam perjalanan, bapaknya saja belum pernah kesini,,hadeh,,,
“Gimana mas? istirahat aja dulu
piye” Tanya evi lagi
“ya sudah, kita cari tempat
istirahat ngasal aja, lagian sudah hampir jam dua malam”
Kami memutuskan untuk istirahat
dulu, lima belas menit kami mencari akhirnya dapat sebuah tempat agak sedikit
rata. Jam dua. Kami harus istirahat walau cuma sebentar, lagian terlihat
muka-muka lelah yang baru pada sampai di tempat istihat. Kami membuat
kesepakatan jam 03.30 WIB bangun untuk target mendapat sunrise di puncak.
Kami terbangun pukul 05.00 -_-
Kami terbangun pukul 05.00 -_-
Jam lima setelah sholat kami menanti sunrise di (tidak tahu dimana)...... Tampak indah walau tidak dari puncak. Setelah sedikit narsis kami lanjutkan perjalanan. Ternyata hanya cukup 10 (sepuluh) menit untuk mencapai pos empat. Dan pos empat ternyata sudah bagian dari puncak karena perjalanan tinggal 300 meter. Thau seperti ini mending kita naik dikit sampai!
Kami mencapai puncak tepat jam
07.00 WIB. Dua belas jam perjalanan kami, memang lelah, tetapi seakan-akan hilang
melhat keceriaan mereka mencapai puncak. Ini kenapa saya selalu mengutuk diri
andai tidak bisa mengantar sahabat yang ingin mendaki, apalagi yang belum
pernah, karena saya akan kehilangan kesempatan melihat senyum-senyum indah yang
terpancar dari orang-orang itu. Kalau boleh dikata jujur, itulah yang saya cari
daripada sekedar puncak.
Mungkin juga layaknya kehidupan,
tanjakan-tanjakan adalah step-step dalam kehidupan, apakah kita terus untuk
mendaki, ataukan berakhir kembali untuk turun karena menyerah. Dan apakah yang
tersaji ketika kita mampu melawan diri kita, lelah kita, rasa ngantuk, dan
ketakutan untuk terus bergerak? Tentu puncak yang indah. Andaipun tidak
memperoleh sunrise, tetaplah kepuasan kita dapatkan karena kita mampu menaklukkan.
Benarlah kata-kata dari seseorang sahabat bahwa kebahagiaan akan lebih terasa
bila kepahitan lebih dulu terasa dan mampu melewatinya.
Kami turun jam 10.00 WIB, saya cukup
senang melihat pancaran wajah puas walau mereka tidak melihat sunrise di
puncak. Mungkin karena perjuangan dua belas jam yang melelahkan itulah yang
membuat mereka tampak bahagia sampai puncak, apalagi mendapatkan
sahabat-sahabat baru yang mewarnai persaudaraan mereka. Semua ingin, semua
bermimpi suatu saat ada kesempatan lagi untuk mendaki. Rinjani, Semeru,
he,e,e,e.
Entah apa yang difikirkan mereka tidak menjadi hal yang terlalu saya fikirkan, yang jelas apapun itu melihat ke wajah mereka yang tampak segar, semangat bersama edelwies-edelwies di puncak, melihat mereka saling berbincang dan bersaudara, bahkan ada yang “sok-sok”an berkumpul dengan pendaki lain sudah cukup membuat saya tertarik ikut mengangkat tangan menggantungkan mimpi-mimpi akan keingininan mereka sampai tinggi ke langit.
Entah apa yang difikirkan mereka tidak menjadi hal yang terlalu saya fikirkan, yang jelas apapun itu melihat ke wajah mereka yang tampak segar, semangat bersama edelwies-edelwies di puncak, melihat mereka saling berbincang dan bersaudara, bahkan ada yang “sok-sok”an berkumpul dengan pendaki lain sudah cukup membuat saya tertarik ikut mengangkat tangan menggantungkan mimpi-mimpi akan keingininan mereka sampai tinggi ke langit.
Kawan, ini dulu saja yang
kuceritakan,, ^_^
The super team : Rina, Evi,
Diyan, Komaria, Farida, Agung, Rendi, Marita, Meris, Alan, Afrisha.
The moment
sore hari di lereng |
Disambut sunrise walau belum sampai puncak |
menikmati cakrawala pagi |
disisi puncak lain |
sarapan dulu ya ^_^ |
ada warung di puncak he,e,e,e |
Rina bersama sang saka merah putih di puncak |
tidak jelas maksudnya apa wkwkwkwk |
the Leader |
Puncak |
15 mei
11.00 WIB : Pemberangkatan dari Tembalang, Semarang
17.30 WIB : Sampai di Cemoro Sewu
18.30 WIB : Berangkat Dar Cemoro Sewu
19.30 WIB : Sampai Pos Bayangan I
20.00 WIB : Sampai Pos Bayangan II
20.45 WIB : Sampai di Pos I
22.00 WIB : Sampai DI Pos II
23.45 WIB : Sampai di Pos III
16 mei
02.00 WIB : Istirahat diantara Pos III dan Pos IV
04.30 WIB : Shalat Shubuh dan melanjutkan perjalanan
05.00 WIB : Sampai di Pos IV
07.00 WIB : PUNCAK
Sangat bagus dan keren, Mas :), mari, keep semangat :)
BalasHapussama-sama mas,,
BalasHapusbuat cerita untuk cucu kelak mas he,e